Rabu, September 23, 2015

Seandainya Kita Ditakdirkan Hidup di Zaman Rasulullah (?)



Bismillah, kali ini membicarakan tentang zaman. Seringkali dipikiran kita terlintas, kenapa ya kok kita tidak ditakdirkan saja hidup di zaman Rasulullah Muhammad saw?  Dimana kita bisa berjuang bersama Beliau, menikmati jihadnya yang bernilai syahid dan dipastikan surga. Dimana ketika umat Islam waktu itu adalah satu, mengacu ke satu petunjuk yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Ketika ada perbedaan interpretasi mengenai Al-Qur’an, kita bisa kroscek langsung ke sumbernya. Indah, tidak ada perbedaan, kebimbangan dan gontok2an. Umat Islam saling menguatkan. Nah, kalo sekarang? Bisa dilihat deh, sama2 ngaku Ahlussunah wal jama’ah tapi yang diterapinnya berbeda. Jihadnya ada yang ngawur, ada yang saling mengkafirkan, dan menyesatkan. Seringkali terjadi peristiwa masjid dibakar oleh yang mengaku dirinya sebagai Muslim, sekarang-pun hari raya sama puasa saja terkadang berbeda. Malah bikin tambah confused kan. -.-

Namun sebenarnya, menurut riwayat dan kata Pak Ustadz, hal ini pernah ditanyakan oleh seorang generasi tabi’in ke salah satu generasi sahabat.  Generasi tabi’in adalah generasi setelah sahabat yang tidak bertemu langsung dengan Rasulullah. Kurang lebih percakapannya seperti dibawah ini :

Orang tabi’in berkata “Kamu enak ya, pernah hidup di zaman Rasul, petunjukmu pasti, jihadnya bernilai syahid”
Lalu dijawab oleh Sahabat “di zaman Rasul itu umat Islam tak sebanyak dan sebesar saat ini, iya kalo kamu hidup di zaman Rasul dan termasuk orang2 yang mendapat petunjuk, kalo belum, ya habis kamu dibunuh umat Islam yang dalam hal ini mati mu dalam keadaan Kafir sebagaimana Abu Jahal dan para pengikutnya.” Hhaha..jawaban yang cerdas ya :D
Apa hal yang  bisa kita petik disini? Jelas, kita tidak dibenarkan menyesali kehidupan di zaman sekarang, walaupun niatnya baik, menghindari perbedaan dan berjihad bersama Rasul. Karena hal itu sudah menjadi Takdir yang ditetapkan oleh Allah swt. Menyesali kehidupan di zaman sekarang yang katanya sudah kacau, sesat, penuh pertikaian dan ngga jelas itu hal yang sia-sia. Karena jelas, hal tersebut sebagai salah satu bentuk ketidakterimaannya dengan takdir Allah swt. Padahal Allah swt sendiri melarang kita utk berandai-andai sesuatu yang sudah terjadi dan ditakdirkan. “...Apabila engkau tertimpa sesuatu (yang tidak menyenangkan) janganlah berkata, ‘Seandainya aku dulu berbuat begini niscaya akan menjadi begini dan begitu’ Akan tetapi katakanlah, ‘QaddarAllohu wa maa syaa’a fa’ala, Allah telah mentakdirkan, terserah apa yang diputuskan-Nya’. Karena perkataan seandainya dapat membuka celah perbuatan syaitan. (HR. Muslim).

Mengenai banyaknya perbedaan yang terjadi saat ini, kalau ditelusuri lebih lanjut, kita tidak perlu lagi menyesalkan perbedaan (selama perbedaan bukan masalah Akidah). Perbedaan itu memang sudah seharusnya menjadi hal yang tidak dipertentangkan lagi. Selain itu, jangan mudah terprovokasi apalagi sampai dengan menggunakan cara kekerasan, yang dalam hal ini biasanya diisukan oleh kaum munafik yang memang selalu terus berusaha menggunting barisan Islam. Pernah dengar kan tentang perang Jamal? Perang yang terjadi di zaman Khalifah Keempat, Ali bin Abi Thalib ra. Perang ini bukanlah perang antara kaum muslim dan kaum kafir, melainkan perang antara kaum Muslim dengan Muslim lainnya karena perbedaan Ijtihad di masing2 sahabat. Terjadinya perang ini, usut diusut ternyata adanya konfrontasi dari kaum Munafik yang merusak perbedaan pendapat diantara sahabat yang awalnya sudah mencapai kesepakatan dan perdamaian.  Umar bin Abdul Aziz jika ditanya tentang peperangan Jamal, beliau berkata: "Urusan yang Allah telah menghindarkan tanganku darinya, maka aku tidak akan mencampurinya dengan lisanku!Al Qahthaani berkata dalam Nuniyah-nya Yang terbunuh maupun yang membunuh sama-sama dari mereka dan untuk mereka. Kedua pihak akan dibangkitkan pada hari berbangkit dalam keadaan dirahmati”.

Jadi kesimpulannya, tidak perlu ada penyesalan jika kita dilahirkan di zaman yang “katanya” sudah akhir zaman, banyak kekacauan, kerusakan, kesesatan, dan maksiat merajalela. Yang penting, kita tetap berusaha berbuat baik dan bermanfaat dengan memegang tali agama Allah swt, Islam dengan erat. Yang permisalannya bukan lagi dipegang, namun digigit, dicengkeram dengan gigi geraham. Mengenai perbedaan yang ada, tidak perlu diributkan lagi, usahakan slalu berijtihad dengan pendapat ‘Ulama-‘ulama yang kompatible yang menurut kita paling benar. Taati dan jangan lupa untuk selalu meminta petunjuk kepada Allah swt agar tidak tersesat dalam mengambil langkah dan keputusan. Serta jangan juga mudah menyalahkan dan memusuhi pendapat yang berbeda dengan kita. Smoga Allah swt selalu membimbing kita ke jalan yang lurus, jalan yang benar dan diRidhoi utk mencapai surga-Nya. Aamiin

Mengenai ingin berjuang/jihad, kalau di zaman Rasul mereka berjuang dengan pedang ya karena waktu itu lawannya juga memakai pedang. Nah sekarang, lawan kita sudah memakai socmed, gaya trend modern ala barat, globalisasi, dan cara2 lain yang tujuannya utk menyesatkan Umat Islam. Yah kita lawan sebaliknya, gunakan socmed yang kita punya utk berlomba-lomba menginspirasi orang lain berbuat baik dan benar sesuai tuntunan Agama. Karena seperti kita tahu, setiap kita menginspirasi orang berbuat baik, kita akan mendapatkan pahalanya juga, dengan tidak mengurangi pahala orang itu sendiri.  Maka sering2lah menginspirasi orang berbuat baik, karena kita tidak akan pernah tahu, amalan baik apa yang bisa mendatangkan rahmat Allah swt dan mengantarkan ke surga-Nya.
Begitu pula sebaliknya, jangan sekali-kali menginspirasi orang lain utk berbuat jelek  atau perbuatan dosa. Contohnya dengan berbangga telah melakukan dosa ini itu, mengajak maksiat, dan tentunya memamerkan aurat atau aib kita yang sebenarnya harus kita syukuri tidak diperlihatkan oleh Allah swt. Alasannya simple, menanggung dosa sendiri saja kita belum tentu mampu, apalagi menanggung dosa orang lain? hehehe ;)
Wallahua’lam. Jika ada kesalahan mohon dikoreksi, dan kesempurnaan hanya milik Allah swt.
Wassalamu’alaikum :)