Bismillah, kali ini membicarakan
tentang zaman. Seringkali dipikiran kita terlintas, kenapa ya kok kita tidak
ditakdirkan saja hidup di zaman Rasulullah Muhammad saw? Dimana kita bisa berjuang bersama Beliau,
menikmati jihadnya yang bernilai syahid dan dipastikan surga. Dimana ketika
umat Islam waktu itu adalah satu, mengacu ke satu petunjuk yaitu Al-Qur’an dan
Sunnah Rasul. Ketika ada perbedaan interpretasi mengenai Al-Qur’an, kita bisa
kroscek langsung ke sumbernya. Indah, tidak ada perbedaan, kebimbangan dan
gontok2an. Umat Islam saling menguatkan. Nah, kalo sekarang? Bisa dilihat deh,
sama2 ngaku Ahlussunah wal jama’ah tapi yang diterapinnya berbeda. Jihadnya ada
yang ngawur, ada yang saling mengkafirkan, dan menyesatkan. Seringkali terjadi peristiwa
masjid dibakar oleh yang mengaku dirinya sebagai Muslim, sekarang-pun hari raya
sama puasa saja terkadang berbeda. Malah bikin tambah confused kan. -.-
Namun sebenarnya, menurut riwayat
dan kata Pak Ustadz, hal ini pernah ditanyakan oleh seorang generasi tabi’in ke
salah satu generasi sahabat. Generasi tabi’in
adalah generasi setelah sahabat yang tidak bertemu langsung dengan Rasulullah.
Kurang lebih percakapannya seperti dibawah ini :
Orang tabi’in berkata “Kamu enak ya,
pernah hidup di zaman Rasul, petunjukmu pasti, jihadnya bernilai syahid”
Lalu dijawab oleh Sahabat “di zaman
Rasul itu umat Islam tak sebanyak dan sebesar saat ini, iya kalo kamu hidup di
zaman Rasul dan termasuk orang2 yang mendapat petunjuk, kalo belum, ya habis
kamu dibunuh umat Islam yang dalam hal ini mati mu dalam keadaan Kafir
sebagaimana Abu Jahal dan para pengikutnya.” Hhaha..jawaban yang cerdas ya :D
Apa hal yang bisa kita petik disini? Jelas, kita tidak
dibenarkan menyesali kehidupan di zaman sekarang, walaupun niatnya baik,
menghindari perbedaan dan berjihad bersama Rasul. Karena hal itu sudah menjadi
Takdir yang ditetapkan oleh Allah swt. Menyesali kehidupan di zaman sekarang
yang katanya sudah kacau, sesat, penuh pertikaian dan ngga jelas itu hal yang
sia-sia. Karena jelas, hal tersebut sebagai salah satu bentuk
ketidakterimaannya dengan takdir Allah swt. Padahal Allah swt sendiri melarang
kita utk berandai-andai sesuatu yang sudah terjadi dan ditakdirkan. “...Apabila engkau tertimpa sesuatu (yang tidak
menyenangkan) janganlah berkata, ‘Seandainya aku dulu berbuat begini niscaya
akan menjadi begini dan begitu’ Akan tetapi katakanlah, ‘QaddarAllohu wa maa
syaa’a fa’ala, Allah telah mentakdirkan, terserah apa yang
diputuskan-Nya’. Karena perkataan seandainya dapat membuka celah perbuatan
syaitan.” (HR. Muslim).
Mengenai banyaknya perbedaan yang terjadi
saat ini, kalau ditelusuri lebih lanjut, kita tidak perlu lagi menyesalkan
perbedaan (selama perbedaan bukan masalah Akidah). Perbedaan itu memang sudah
seharusnya menjadi hal yang tidak dipertentangkan lagi. Selain itu, jangan
mudah terprovokasi apalagi sampai dengan menggunakan cara kekerasan, yang dalam
hal ini biasanya diisukan oleh kaum munafik yang memang selalu terus berusaha
menggunting barisan Islam. Pernah dengar kan tentang perang Jamal? Perang yang
terjadi di zaman Khalifah Keempat, Ali bin Abi Thalib ra. Perang ini bukanlah
perang antara kaum muslim dan kaum kafir, melainkan perang antara kaum Muslim
dengan Muslim lainnya karena perbedaan Ijtihad di masing2 sahabat. Terjadinya
perang ini, usut diusut ternyata adanya konfrontasi dari kaum Munafik yang merusak
perbedaan pendapat diantara sahabat yang awalnya sudah mencapai kesepakatan dan
perdamaian. Umar
bin Abdul Aziz jika ditanya tentang peperangan Jamal, beliau berkata: "Urusan yang
Allah telah menghindarkan tanganku darinya, maka aku tidak akan mencampurinya
dengan lisanku!” Al Qahthaani berkata dalam Nuniyah-nya “Yang terbunuh maupun yang membunuh sama-sama dari mereka dan
untuk mereka. Kedua pihak akan dibangkitkan pada hari berbangkit dalam keadaan
dirahmati”.
Jadi kesimpulannya, tidak perlu ada
penyesalan jika kita dilahirkan di zaman yang “katanya” sudah akhir zaman,
banyak kekacauan, kerusakan, kesesatan, dan maksiat merajalela. Yang penting,
kita tetap berusaha berbuat baik dan bermanfaat dengan memegang tali agama
Allah swt, Islam dengan erat. Yang permisalannya bukan lagi dipegang, namun
digigit, dicengkeram dengan gigi geraham. Mengenai perbedaan yang ada, tidak
perlu diributkan lagi, usahakan slalu berijtihad dengan pendapat ‘Ulama-‘ulama
yang kompatible yang menurut kita paling benar. Taati dan jangan lupa untuk
selalu meminta petunjuk kepada Allah swt agar tidak tersesat dalam mengambil
langkah dan keputusan. Serta jangan juga mudah menyalahkan dan memusuhi pendapat
yang berbeda dengan kita. Smoga Allah swt selalu membimbing kita ke jalan yang
lurus, jalan yang benar dan diRidhoi utk mencapai surga-Nya. Aamiin
Mengenai ingin berjuang/jihad, kalau
di zaman Rasul mereka berjuang dengan pedang ya karena waktu itu lawannya juga
memakai pedang. Nah sekarang, lawan kita sudah memakai socmed, gaya trend
modern ala barat, globalisasi, dan cara2 lain yang tujuannya utk menyesatkan
Umat Islam. Yah kita lawan sebaliknya, gunakan socmed yang kita punya utk
berlomba-lomba menginspirasi orang lain berbuat baik dan benar sesuai tuntunan
Agama. Karena seperti kita tahu, setiap kita menginspirasi orang berbuat baik,
kita akan mendapatkan pahalanya juga, dengan tidak mengurangi pahala orang
itu sendiri. Maka sering2lah menginspirasi
orang berbuat baik, karena kita tidak akan pernah tahu, amalan baik apa yang
bisa mendatangkan rahmat Allah swt dan mengantarkan ke surga-Nya.
Begitu pula sebaliknya, jangan
sekali-kali menginspirasi orang lain utk berbuat jelek atau perbuatan dosa. Contohnya dengan
berbangga telah melakukan dosa ini itu, mengajak maksiat, dan tentunya
memamerkan aurat atau aib kita yang sebenarnya harus kita syukuri tidak
diperlihatkan oleh Allah swt. Alasannya simple, menanggung dosa sendiri saja
kita belum tentu mampu, apalagi menanggung dosa orang lain? hehehe ;)
Wallahua’lam. Jika ada kesalahan
mohon dikoreksi, dan kesempurnaan hanya milik Allah swt.
Wassalamu’alaikum :)