Doa. (n) Permohonan (harapan,
permintaan, pujian) kepada Tuhan. Itulah arti doa secara umum yang disebutkan
pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Saya sih ngga paham betul sebenarnya
tentang apa yang akan saya tulis disini. Makanya, dari awal saya selalu bilang,
ini bentuknya sharing. Jadi, kalo nanti ada yang salah atau kurang mohon dimaafkan, dibenerin malah saya ucapkan
banyak terimakasih. hehee
Terkait doa ini saya jadi
teringat ucapan guru saya dulu. Bukan pada waktu pelajaran agama sih memang, tapi ntah
kenapa sampai bertahun-tahun saya masih ingat betul. Beliau menyampaikan kalau manusia
pada fitrahnya itu memang membutuhkan Tuhan. Setiap manusia pasti punya
harapan dan keinginan. Harapan dan keinginan itu mereka
sandarkan pada sesuatu yang ghaib atau sesuatu yang tidak bisa
diraih dengan logika. Apalagi ketika
dalam keadaan terdesak, manusia yang tidak percaya akan adanya Tuhan-pun dalam
hati kecilnya pasti akan berharap. Itu pasti. Sebut saja Fir’aun atau dalam
sejarah dikenal sebagai Ramses II. Saking tidak mau percayanya sama Tuhan, dia
pun mendeklarasikan dirinya sebagai tuhan. Namun, apa yang terjadi ketika dia
masuk kedalam lautan dan digulung dengan ombak? Ketika dia merasakan
ketidakberdayaannya dan tidak bisa melakukan apapun? Dia pun berharap, dan mengakui
adanya Ketuhanan dalam alam semesta ini.
Kalau dipikir lagi, memang
tidak salah juga guru saya mengatakan demikian. Beliau memberikan contoh kalau
di Negara Soviet, Negara yang katanya kaya akan kaum atheis-pun orang-orangnya pasti
juga punya harapan. Yang tidak sadar mereka sandarkan pada leluhur atau pimpinan
mereka yang sudah mati. Hal itu dibuktikan dengan dibangunnya patung Stalin dan
tokoh-tokoh revolusioner mereka. Banyak orang yang datang pada patung tersebut
dengan mengagung-agungkannya bahkan pengagungan yang mungkin secara berlebihan.
Kalau ditelaah lebih lanjut, kejadian hal semacam itu bukan pertama kalinya
dalam sejarah manusia. Kaum setelah Nabi Nuh AS, dalam suatu riwayat, yang
dijadikan berhala sesembahan mereka sebenarnya adalah orang ahli ‘Ulama atau
orang terhormat dizamannya. Lalu seorang itu meninggal, mereka membuat sebuah
patung penghormatan. Dan setelah hilangnya ilmu dari mereka, mereka pun
menjadikan patung itu sebagai sesembahan. Tempat menaruh harapan.
Begitu pula munculnya
keyakinan animisme dan dinamisme. Menurut saya, ini pun karena belum adanya
ilmu atau petunjuk yang datang kepada mereka, sedangkan mereka membutuhkan
“sesuatu” yang dijadikan untuk tumpuan harapan-harapannya. Jadilah mereka
menyembah matahari, pohon, batu besar, dsb yang mereka anggap bisa membantunya untuk
mewujudkan harapan dan hajat mereka. Lalu mereka memberikan penghormatan kepada
“sesuatu” itu dengan harapan apa yang jadi hajat mereka terpenuhi dan bisa
mendapatkan perlindungan dari musibah, bencana, dsb. Mungkin masih banyak contoh lain
yang bisa dianalogikan seperti kenyataan sejarah diatas. Yang jelas, menurut
saya, harapan atau doa, itu merupakan
kebutuhan dasar dan fitrah pada setiap manusia yang tidak bisa ditolak
keberadaanya. Lantas, seberapa ampuh-kah kekuatan doa yang sebagian besar
orang mengatakannya sebagai faktor “X” keberhasilan setiap sesuatu?
Seorang ustadz bilang, bahwa senjata paling ampuh yang dimiliki oleh
seorang muslim adalah doa. Mari kita ambil beberapa peristiwa besar yang
membuktikan bahwa faktor “X” ini sebagai salah satu ujung tombak penting dalam
suatu keberhasilan. Pertama mari kita tengok cerita pertempuran Jalut melawan Talut.
Jalut diibaratkan pada kondisi terkini adalah seperti tentara amerika yang
super power. Memiliki peralatan lengkap dan tercanggih. Sedangkan Talut adalah
sekelompok tentara yang persenjataannya masih sederhana dan jumlahnya jauh
lebih sedikit daripada tentara Jalut. Tapi apa hasilnya? Tentara Talut memenangkan
pertempuran dan Jalut pun meninggal oleh beberapa batu yang dilempar dari
ketapel seorang anak kecil. Bukan anak kecil biasa sih memang, anak kecil yang
nantinya dikenal sebagai Raja yang bijak dan lebih sering berpuasa daripada
menikmati kekuasaanya, Daud AS.
Kisah yang kedua, coba ingat
kisah perang badar. Pernah denger kan pastinya perang yang terkenal ini. Perang
pertama di zaman Rasululllah SAW, 300 prajurit Muslim melawan 1000 Kafir Quraisy.
Selain kalah jumlah, kaum Muslim juga kalah persiapan, mental, dan
persenjataan. Dikisahkan sebenarnya mereka (kaum Muslim) pergi ke medan badar
bukan untuk tujuan perang, namun hanya untuk menegah kafilah dagang milik Abu
Sufyan yang menuju ke kota Mekah. Dengan membawa pasukan seadanya, peralatan secukupnya,
mereka malah dihadang oleh 1000 pasukan siap perang dengan persenjataan
lengkap. Namun bagaimana hasilnya, Tentara Muslim memenangkan pertarungan
dengan telak. Banyak pembesar atau tokoh penting kaum quraisy mati pada saat itu ditangan tentara Muslim.
Contoh yang terakhir saya
ambil dari kisah penaklukan Konstantitonopel, atau Kekaisaran Byzantium. Sudah
jadi sejarah yang nyata bagaimana Kekaisaran Romawi Timur yang terkenal kuat selama
berabad-abad bisa ditaklukkan oleh tentara pimpinan Sultan Muhammad al-Fatih
yang dikabarkan pada saat itu masih berusia sangat muda, 21 tahun.
Kisah Pertama terjadi ratusan
tahun sebelum zaman Rasul, yang kedua ketika pada zaman Rasul, dan yang ketiga
sekitar 9 abad setelah zaman Rasul. Ketiga kisah tersebut digambarkan bagaimana
para pemimpin beserta pasukannya benar-benar memohon kepada Allah Swt untuk
diberikan kesabaran dan kemenangan. Ya, seperti itulah kira-kira jika kita
tanya seberapa ampuh kekuatan doa. Lintas
zaman, lintas abad, namun tetap menunjukkan keampuhannya. Tapi tentunya usaha
meraka bukanlah hanya doa. Ada usaha yang nyata yang juga dilakukan. Jadi harap
diingat, berdoa itu sangat penting dan ampuh bahkan untuk membuat suatu
ketidakmungkinan dapat terjadi secara nyata. Namun perlu digarisbawahi disini,
seampuh-ampuhnya kekuatan doa, tetap mesti dibarengi dengan ihtiar dan kemauan
yang kuat. Coba bayangkan jika tentara Talut langsung menyerah dan tidak
melakukan pertempuran, mereka tidak akan mencapai kemenangan. Pada perang
badar, jika 300 pasukan tersebut kabur dan mundur, akan tambah hancur
berantakan. Dan terakhir, Kekaisaran Byzantium tidak akan runtuh jika tidak
dibarengi dengan usaha siang dan malam, sampai-sampai mereka sanggup
memindahkan kapal-kapal perang mereka yang besar menyeberangi bukit. MasyaAllah..
Jangan
pernah meragukan keampuhan doa ini kawan. Allah SWT pun
sudah mempersilahkan hamba-Nya untuk berdoa kepada-Nya seperti saya sebutkan
dasarnya pada gambar diatas. Jangan disia-siakan. Faktor “X” yang bisa menjadi
penentu hasil dari ihtiar dan kerja keras kita. Mengenai pertanyaan “bagaimana
kita berdoa untuk mengubah nasib atau takdir yang sudah digariskan?” “Kan
percuma kita berdoa namun takdir berkata lain?” Ah, hati-hati saja dengan
pernyataan seperti itu. Saya sih lebih percaya bahwa doa bisa mengubah takdir
selama kita barengi dengan usaha yang nyata. Namun ini pun juga masih ada
perbedaan pendapat. Ada yang mengatakan takdir itu tidak bisa dirubah, yang
bisa dirubah itu nasib, dan pendapat-pendapat yang lain. Monggo saja. Tapi
kalau kaya gini jadinya malah bingung sendiri, hehee Udahlah, kita pun tidak pernah tahu kan apa takdir
yang ditetapkan kepada kita di waktu yang akan datang. Selama ketidaktahuan
tersebut, ihtiarlah sekuat tenaga, doa juga kita panjatkan dengan penuh
keyakinan. Biarlah Allah SWT yang menentukan Kehendak-Nya.
Demikian, saya sampaikan selamat
menunaikan ibadah puasa Ramadhan 1437 H. Jangan lupa berdoa. Karena doa itu wajib dan
menghindarkan diri dari sifat sombong. Dengan doa kita sadar akan ketidakmampuan kita dan pengakuan keagungan Tuhan. Mumpung puasa, dimana salah satu doa orang yang tidak tertolak, jadikan momen ini untuk terus berdoa. Doakan saya semoga lulus ujian untuk kuliah, :D
dan semoga di bulan Ramadhan ini dosa-dosa kita diampuni, dirahmati, dan kita
dimasukkan ke dalam golongan hamba-Nya yang bertakwa, aamiin..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar