Sabtu, Juni 04, 2016

Doa dan Fitrah Manusia Pada Suatu Pengharapan


 

Doa. (n) Permohonan (harapan, permintaan, pujian) kepada Tuhan. Itulah arti doa secara umum yang disebutkan pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Saya sih ngga paham betul sebenarnya tentang apa yang akan saya tulis disini. Makanya, dari awal saya selalu bilang, ini bentuknya sharing. Jadi, kalo nanti ada yang salah atau kurang  mohon dimaafkan, dibenerin malah saya ucapkan banyak terimakasih. hehee 


Terkait doa ini saya jadi teringat ucapan guru saya dulu. Bukan pada waktu pelajaran agama sih memang, tapi ntah kenapa sampai bertahun-tahun saya masih ingat betul. Beliau menyampaikan kalau manusia pada fitrahnya itu memang membutuhkan Tuhan. Setiap manusia pasti punya harapan dan keinginan. Harapan dan keinginan itu mereka sandarkan pada sesuatu yang ghaib atau sesuatu yang tidak bisa diraih dengan logika. Apalagi ketika dalam keadaan terdesak, manusia yang tidak percaya akan adanya Tuhan-pun dalam hati kecilnya pasti akan berharap. Itu pasti. Sebut saja Fir’aun atau dalam sejarah dikenal sebagai Ramses II. Saking tidak mau percayanya sama Tuhan, dia pun mendeklarasikan dirinya sebagai tuhan. Namun, apa yang terjadi ketika dia masuk kedalam lautan dan digulung dengan ombak? Ketika dia merasakan ketidakberdayaannya dan tidak bisa melakukan apapun? Dia pun berharap, dan mengakui adanya Ketuhanan dalam alam semesta ini. 


Kalau dipikir lagi, memang tidak salah juga guru saya mengatakan demikian. Beliau memberikan contoh kalau di Negara Soviet, Negara yang katanya kaya akan kaum atheis-pun orang-orangnya pasti juga punya harapan. Yang tidak sadar mereka sandarkan pada leluhur atau pimpinan mereka yang sudah mati. Hal itu dibuktikan dengan dibangunnya patung Stalin dan tokoh-tokoh revolusioner mereka. Banyak orang yang datang pada patung tersebut dengan mengagung-agungkannya bahkan pengagungan yang mungkin secara berlebihan. Kalau ditelaah lebih lanjut, kejadian hal semacam itu bukan pertama kalinya dalam sejarah manusia. Kaum setelah Nabi Nuh AS, dalam suatu riwayat, yang dijadikan berhala sesembahan mereka sebenarnya adalah orang ahli ‘Ulama atau orang terhormat dizamannya. Lalu seorang itu meninggal, mereka membuat sebuah patung penghormatan. Dan setelah hilangnya ilmu dari mereka, mereka pun menjadikan patung itu sebagai sesembahan. Tempat menaruh harapan.



Begitu pula munculnya keyakinan animisme dan dinamisme. Menurut saya, ini pun karena belum adanya ilmu atau petunjuk yang datang kepada mereka, sedangkan mereka membutuhkan “sesuatu” yang dijadikan untuk tumpuan harapan-harapannya. Jadilah mereka menyembah matahari, pohon, batu besar, dsb yang mereka anggap bisa membantunya untuk mewujudkan harapan dan hajat mereka. Lalu mereka memberikan penghormatan kepada “sesuatu” itu dengan harapan apa yang jadi hajat mereka terpenuhi dan bisa mendapatkan perlindungan dari musibah, bencana, dsb. Mungkin masih banyak contoh lain yang bisa dianalogikan seperti kenyataan sejarah diatas. Yang jelas, menurut saya, harapan atau doa, itu merupakan kebutuhan dasar dan fitrah pada setiap manusia yang tidak bisa ditolak keberadaanya. Lantas, seberapa ampuh-kah kekuatan doa yang sebagian besar orang mengatakannya sebagai faktor “X” keberhasilan setiap sesuatu?



Seorang ustadz bilang, bahwa senjata paling ampuh yang dimiliki oleh seorang muslim adalah doa. Mari kita ambil beberapa peristiwa besar yang membuktikan bahwa faktor “X” ini sebagai salah satu ujung tombak penting dalam suatu keberhasilan. Pertama mari kita tengok cerita pertempuran Jalut melawan Talut. Jalut diibaratkan pada kondisi terkini adalah seperti tentara amerika yang super power. Memiliki peralatan lengkap dan tercanggih. Sedangkan Talut adalah sekelompok tentara yang persenjataannya masih sederhana dan jumlahnya jauh lebih sedikit daripada tentara Jalut. Tapi apa hasilnya? Tentara Talut memenangkan pertempuran dan Jalut pun meninggal oleh beberapa batu yang dilempar dari ketapel seorang anak kecil. Bukan anak kecil biasa sih memang, anak kecil yang nantinya dikenal sebagai Raja yang bijak dan lebih sering berpuasa daripada menikmati kekuasaanya, Daud AS.



Kisah yang kedua, coba ingat kisah perang badar. Pernah denger kan pastinya perang yang terkenal ini. Perang pertama di zaman Rasululllah SAW, 300 prajurit Muslim melawan 1000 Kafir Quraisy. Selain kalah jumlah, kaum Muslim juga kalah persiapan, mental, dan persenjataan. Dikisahkan sebenarnya mereka (kaum Muslim) pergi ke medan badar bukan untuk tujuan perang, namun hanya untuk menegah kafilah dagang milik Abu Sufyan yang menuju ke kota Mekah. Dengan membawa pasukan seadanya, peralatan secukupnya, mereka malah dihadang oleh 1000 pasukan siap perang dengan persenjataan lengkap. Namun bagaimana hasilnya, Tentara Muslim memenangkan pertarungan dengan telak. Banyak pembesar atau tokoh penting kaum quraisy mati pada saat itu ditangan tentara Muslim.



Contoh yang terakhir saya ambil dari kisah penaklukan Konstantitonopel, atau Kekaisaran Byzantium. Sudah jadi sejarah yang nyata bagaimana Kekaisaran Romawi Timur yang terkenal kuat selama berabad-abad bisa ditaklukkan oleh tentara pimpinan Sultan Muhammad al-Fatih yang dikabarkan pada saat itu masih berusia sangat muda, 21 tahun.



Kisah Pertama terjadi ratusan tahun sebelum zaman Rasul, yang kedua ketika pada zaman Rasul, dan yang ketiga sekitar 9 abad setelah zaman Rasul. Ketiga kisah tersebut digambarkan bagaimana para pemimpin beserta pasukannya benar-benar memohon kepada Allah Swt untuk diberikan kesabaran dan kemenangan. Ya, seperti itulah kira-kira jika kita tanya seberapa ampuh kekuatan doa. Lintas zaman, lintas abad, namun tetap menunjukkan keampuhannya. Tapi tentunya usaha meraka bukanlah hanya doa. Ada usaha yang nyata yang juga dilakukan. Jadi harap diingat, berdoa itu sangat penting dan ampuh bahkan untuk membuat suatu ketidakmungkinan dapat terjadi secara nyata. Namun perlu digarisbawahi disini, seampuh-ampuhnya kekuatan doa, tetap mesti dibarengi dengan ihtiar dan kemauan yang kuat. Coba bayangkan jika tentara Talut langsung menyerah dan tidak melakukan pertempuran, mereka tidak akan mencapai kemenangan. Pada perang badar, jika 300 pasukan tersebut kabur dan mundur, akan tambah hancur berantakan. Dan terakhir, Kekaisaran Byzantium tidak akan runtuh jika tidak dibarengi dengan usaha siang dan malam, sampai-sampai mereka sanggup memindahkan kapal-kapal perang mereka yang besar menyeberangi bukit. MasyaAllah..



Jangan pernah meragukan keampuhan doa ini kawan. Allah SWT pun sudah mempersilahkan hamba-Nya untuk berdoa kepada-Nya seperti saya sebutkan dasarnya pada gambar diatas. Jangan disia-siakan. Faktor “X” yang bisa menjadi penentu hasil dari ihtiar dan kerja keras kita. Mengenai pertanyaan “bagaimana kita berdoa untuk mengubah nasib atau takdir yang sudah digariskan?” “Kan percuma kita berdoa namun takdir berkata lain?” Ah, hati-hati saja dengan pernyataan seperti itu. Saya sih lebih percaya bahwa doa bisa mengubah takdir selama kita barengi dengan usaha yang nyata. Namun ini pun juga masih ada perbedaan pendapat. Ada yang mengatakan takdir itu tidak bisa dirubah, yang bisa dirubah itu nasib, dan pendapat-pendapat yang lain. Monggo saja. Tapi kalau kaya gini jadinya malah bingung sendiri, hehee Udahlah, kita pun tidak pernah tahu kan apa takdir yang ditetapkan kepada kita di waktu yang akan datang. Selama ketidaktahuan tersebut, ihtiarlah sekuat tenaga, doa juga kita panjatkan dengan penuh keyakinan. Biarlah Allah SWT yang menentukan Kehendak-Nya. 



Demikian, saya sampaikan selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan 1437 H. Jangan lupa berdoa. Karena doa itu wajib dan menghindarkan diri dari sifat sombong. Dengan doa kita sadar akan ketidakmampuan kita dan pengakuan keagungan Tuhan. Mumpung puasa, dimana salah satu doa orang yang tidak tertolak, jadikan momen ini untuk terus berdoa. Doakan saya semoga lulus ujian untuk kuliah, :D dan semoga di bulan Ramadhan ini dosa-dosa kita diampuni, dirahmati, dan kita dimasukkan ke dalam golongan hamba-Nya yang bertakwa, aamiin..




Tidak ada komentar:

Posting Komentar